AMBON - Ahli tsunami dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menanggapi soal terdamparnya ratusan ekor ikan dan biota laut di peraiaran Desa Lelingulan, Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku pada Sabtu (12/10/2019).
Terkiat kejadian itu, Muhari menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada penelitian yang menyimpulkan keterkaitan antara biota laut yang mati dengan aktivitas kegempaan di laut, yang biasanya bersumber pada lempeng dengan kedalaman lebih dari 1.000 meter.
“Biota-biota yang selama ini sering kali mati dalam jumlah besar kemudian terdampar di pantai adalah biota permukaan atau biota laut dangkal-karang, bukan biota laut dalam,” ujar Muhari dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (14/10/2019).
Muhari mengatakan, fenomena terdamparnya biota laut dangkal sering kali disebabkan oleh fenomena upwelling.
Fenomena upwelling biasanya menyebabkan arus naik ke permukaan yang biasanya membawa planton atau zat hara yang menjadi makanan biota laut dangkal
”Bukan merupakan efek aktivitas lempeng atau sesar,” ujar Muhari.
Muhari mengatakan, fenomena yang terjadi di pantai Tanimbar Utara itu tidak merujuk pada tanda-tanda akan muncul gempa besar.
Ahli perikanan
Sementara itu, ahli ikan dari Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Pattimura Ambon, J Mosse mengatakan, fenomena ikan mati di perairan Tanimbar Utara bisa terjadi karena beberapa faktor seperti karena faktor fisik, kimia maupun karena kondisi alam.
Mosse menerangkan, ikan maupun biota laut yang mati bisa disebabkan oleh adanya campur tangan manusia seperti penggunaan bom ikan maupun potasium.
Peraih gelar doktor dari Universitas James Cook Australia ini mengaku belum melakukan penelitian terkait fenomena tersebut.
Namun, dari disiplin ilmunya, Mosse mengatakan beberapa faktor alam juga bisa memengaruhi terjadinya fenomena tersebut. Menurut Mosse, fenomena upwelling bisa menjadi penyebab ikan-ikan dan biota laut tersebut mati.
“Bisa juga upwelling yang terjadi di musim timur itu bisa juga terjadi, karena pengangkatan massa air dari dasar perairan yang anaerob. Artinya rendah sekali kondisi oksigen di situ dan dia naik, itu yang bisa menyebabkan ikan itu mati,” kata Mosse.
Selain itu, Mosse berpendapat proses eutrofikasi atau pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya natrium yang berlebihan ke dalam ekosistem air juga bisa menjadi salah satu penyebab ikan-ikan tersebut mati.
Menurut Mosse, pada Oktober 2019 ini, fenomena tersebut dimungkinkan terjadi di peraiaran Maluku.
Indikasi yang terjadi seperti meningkatnya alga atau ganggang, hingga mempengaruhi kualitas air yang berubah menjadi kecokelatan.
Mosse menyebut proses eutrofikasi yang terjadi menyebabkan terjadinya penebalan ganggang di permukaan, sehingga menghambat proses fotosintesis dan oksigenasi atau masuknya oksigen di peraiaran. Hal itu bisa membuat mahluk hidup di laut menjadi mati.
“Apalagi jika tingkat konsumsi oksigen oleh makhluk hidup di sekitar situ sangat tinggi, bisa menyebabkan kehabisan oksigen dan ikan di situ bisa mati,” kata Mosse.
Sumber berita :
https://regional.kompas.com/read/2019/10/14/15473141/pendapat-ahli-soal-fenomena-ikan-dan-biota-laut-yang-mati-di-maluku?page=all#page2.
Fast Respon :
WA 0822-1768-0990
Call/SMS : 0822 1768 0990
Email : admin@mipacko.com
Facebook : http://on.fb.me/1n9yk4q
Website : www.microfiber.mipacko.com
Comments